Minggu, 12 November 2023

Orang yang Haidl Dilarang Shalat

*_Al I'lam bi Ahaditsi al Ahkam_ 29*

Dalil Bahwa Orang yang Haidl Dilarang Shalat

عَن عَائشَة رضي الله عَنها أَنَّ فَاطِمَةَ بِنتَ أَبِي حُبَيشٍ سَأَلَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَت: إِنِّي أُستَحَاضُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ ؟ فَقَالَ: لَا، إِنَّ دَمَ الحَيضِ أَسوَدُ يُعرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمسِكِي عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى يَنقَطِعَ فَإِذَا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي فَإِنَّمَا هُو عِرقٌ. رواه أبو داود

Dari 'Aisyah -semoga Allah meridloinya- bahwasanya Fathimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi, dia berkata: "Sesungguhnya saya sedang istihadlah. Apakah saya boleh meninggalkan shalat?" Rasul menjawab: "Tidak boleh, karena sesungguhnya darah haidl warnanya hitam seperti yang telah diketahui. Kalau seperti itu (berwarna hitam) maka jangan shalat sampai berhenti darahnya. Kalau selain itu (yaitu darah istihadlah) maka berwudlulah dan shalatlah karena dia adalah darah penyakit."


Dalam hadits ini, terdapat dalil akan adanya haidl dan wajib untuk meninggalkan shalat ketika haidl serta dalil wajibnya wudlu setelah berhenti keluarnya sesuatu dari kemaluan (farj).


Hadits ini adalah dalil (1) bahwa siapa yang mengalami sesuatu hendaklah bertanya tentang hal tersebut, (2) bahwa perempuan boleh berbicara dengan laki-laki untuk bertanya tentang apa yang terjadi padanya, dan (3) dalil bolehnya mendengarkan suara perempuan baik dalam kondisi perlu atau tidak.


Bukan aib bagi seorang perempuan bertanya kepada laki-laki. Sayyidah 'Aisyah -semoga Allah meridlainya- pernah berkata (yang maknanya): "Semoga Allah merahmati para perempuan dari kalangan Anshar, karena rasa malu mereka tidak menghalangi mereka untuk belajar ilmu agama."


Haram bagi orang yang haidl untuk melaksanakan shalat. Hal itu didasarkan juga pada hadits yang diriwayatkan oleh al Imam al Bukhari dan al Imam Muslim:

أليس إذا حاضت المرأة لم تصل ولم تصم

"(Ketika Rasul menjelaskan bahwa perempuan itu kurang agamanya, beliau memberikan alasan) bukankah perempuan ketika haidl, tidak shalat dan tidak puasa?!"


Adapun orang yang mengalami istihadlah maka kondisinya seperti orang yang _salis_ (terus menerus mengeluarkan kencing). Tidak diharamkan baginya apa yang diharamkan kepada orang yang haidl. Maka orang yang istihadlah wajib membasuh farjinya kemudian menutupinya (menyumpalnya/menyumbatnya) dengan semisal kapas kemudian dibalut dengan kencang (setelah disumbat) dengan kain yang ditali seperti celana. Hal ini (menyumbat dan mengikatnya dengan kain) wajib jika memenuhi persyaratannya, yaitu (1) dia memerlukan hal tersebut, (2) tidak tersakiti dengan hal itu dan (3) dia bukan orang yang berpuasa. Sedangkan untuk orang yang berpuasa, wajib meninggalkan hal tersebut (menyumbat) ketika siang hari. Kalau seandainya darah tetap keluar setelah disumbat dan diikat maka tidak apa-apa.

0 komentar:

Posting Komentar