This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 25 Januari 2024

Adab di atas Ilmu ataukah sebaliknya?

Adab di atas Ilmu ataukah sebaliknya?

1. Tanpa ilmu, seseorang tidak dapat beradab dgn adab islami.
2. Tanpa adab ketika menuntut ilmu, seseorang tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. 
3. Tanpa ilmu, seseorang tidak dapat menjaga adab kepada Allah, Rasul-Nya dan kepada sesama hamba. 
4. Tanpa adab, mendakwahkan dan menyebarluaskan ilmu tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. 

Jadi mana yang lebih utama, orang yang beradab ataukah orang yang berilmu?
Ilmu di atas adab ataukah sebaliknya?

Begini...
Adab itu jangan HANYA dipahami secara sempit dgn arti sopan santun, berbicara lembut, murah senyum, menunduk di hadapan orang yang lebih tua, cium tangan dan semacamnya.

Adab jauh lebih luas maknanya dari itu semua. Adab mencakup adab kepada Allah, yaitu dgn beriman kepada-Nya, meyakini bahwa Dia satu-satunya Tuhan yang wajib dan berhak disembah, Dia berbeda dgn segala sesuatu, Pencipta segala sesuatu, menakdirkan terjadinya segala sesuatu, Dia ada tanpa tempat dan arah, Mahasuci dari ukuran dan bentuk, meyakini kebenaran firman-Nya.... dan seterusnya. 

Adab juga mencakup adab kepada Rasul-Nya, yaitu dgn beriman kepada-Nya dan meyakini bahwa ia jujur dan benar dalam semua yang ia kabarkan dari Allah, serta meneladaninya dalam bersikap, berucap dan bertindak.

Adab mencakup pula adab kepada sesama hamba, yaitu dgn memenuhi hak-hak mereka dan tidak menzalimi mereka. 

Hati yang beradab adalah hati yang iklash, ridla, bersabar, bersyukur....Lisan yang beradab adalah lisan yang bersyukur, berdzikir, baca al Quran, tidak menyakiti hati orang lain, tidak memfitnah, tidak mengghibah....Mata yang beradab adalah mata yang tidak melihat kepada hal-hal yang diharamkan.... dan begitu seterusnya.

Apakah itu semua bisa dilakukan tanpa belajar, tanpa ngaji, tanpa ilmu? Tentu tidak.

Jadi ilmu dan adab itu semestinya seiring sejalan. Adab adalah pengamalan dari ilmu. Ilmu yang tidak diamalkan (ilmu yang tidak disertai adab) tidak akan mendekatkan diri kepada Allah. Dan amal yang tidak berlandaskan ilmu tidak akan diterima oleh Allah.

Jadi perbandingannya begini teman-teman...

1. Orang berilmu yang beradab (mengamalkan ilmunya) lebih utama daripada orang berilmu yang tidak beradab (tidak mengamalkan ilmunya.

2. Ilmu yang disertai adab, DI ATAS adab yang tidak berdasarkan ilmu.

3. Adab yang berlandaskan ilmu, DI ATAS ilmu yang tidak disertai adab.

Intaha...
Salam,
Copas Kyai Nur Rohmad

Sabtu, 20 Januari 2024

Dalil Kesunnahan Shalat di Awal Waktu serta Kemakruhan Berbincang-bincang setelah Isya' Kecuali Perbincangan Yang Baik

*_Al I'lam bi Ahaditsi al Ahkam_ (52)*

Dalil Kesunnahan Shalat di Awal Waktu serta Kemakruhan Berbincang-bincang setelah Isya' Kecuali Perbincangan Yang Baik

عن أبي برزة الأسلمي رضي الله عنه قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم يستحب أن يؤخر صلاة العشاء وكان يكره النوم قبلها والحديث بعدها ينفتل من صلاة الغداة حين يعرف الرجل جليسه وكان يقرأ بالستين إلى المائة. رواه الشيخان 

Dari Abu Barzah al Aslamiy -semoga Allah meridlainya- beliau berkata: "Rasulullah _shallallahu 'alayhi wasallam_ dahulu suka mengakhirkan shalat Isya', dan beliau tidak suka untuk tidur sebelum sholat Isya' dan berbincang-bincang setelahnya. Beliau selesai dari shalat Shubuh ketika (sekira) bisa membedakan wajah orang yang diajak berbicara, dan beliau membaca pada shalat Shubuh enam puluh sampai seratus ayat." (H.R. al Bukhari dan Muslim)


Hadits ini adalah dalil disunnahkannya mengakhirkan shalat Isya'. Akan tetapi yang masyhur dalam madzhab Syafi'i adalah mendahulukan shalat Isya' di awal waktu itu lebih utama berdasarkan hadits bahwa Nabi ditanya tentang amal yang paling utama beliau menjawab: 

الصلاة لأول وقتها

"Sholat di awal waktunya."

Al Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa hal yang menjadi kebiasaan Nabi adalah mengerjakan shalat Isya' di awal waktu, akan tetapi, yang lebih kuat dalilnya adalah mengakhirkan sampai sepertiga malam atau setengah malam. Sebagian ulama menjelaskan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan kondisi waktu itu, yaitu ketika Rasulullah mendapati para shahabat sudah berkumpul di masjid maka beliau mendahulukan shalat Isya', dan ketika mereka belum berkumpul maka beliau mengakhirkannya.

Hadits ini juga dalil bahwa dimakruhkan tidur sebelum shalat Isya' dan berbincang-bincang setelahnya (dengan pembicaraan yang mubah). Dimakruhkannya tidur adalah karena akan mengakhirkan mendirikan shalat Isya' pada awal waktu, sedangkan dimakruhkan berbicara setelah isya adalah karena akan terlambat tidur maka ditakutkan akan terlewatkan shalat malam (bagi yang terbiasa shalat malam), atau akan terlewatkan dari waktu Shubuh. Hal ini kecuali pembicaraan yang baik seperti membaca Alqur'an, belajar agama, menjamu tamu, bercengkrama dengan istri maka tidak dimakruhkan karena kebaikan yang pasti terjadi tidak ditinggalkan karena kerusakan yang masih dalam ranah dugaan.

Diriwayatkan dari Imran ibnu Husain:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يتحدث عامة ليله عن بني إسرائيل

"Dahulu Nabi _shallallahu 'alayhi wasallam_ bercerita tentang Bani Israil di kebanyakan malammnya."

Dari hadits ini, juga dapat diambil dalil disunnahkanya menoleh ke kanan dan ke kiri sembari membaca salam setelah shalat, baik dalam kondisi imam ataupun makmum. Dan imam disunnahkan juga untuk menoleh dengan seluruh badannya ke arah manapun setelah salam sehingga makmum berada pada bagian kanannya dan bagian kirinya ke mihrab atau juga sebaliknya. Atau bisa juga menghadap ke makmum dan punggungnya ke mihrab

Senin, 15 Januari 2024

Dalil Bahwa Seseorang yang Haidl Dilarang Membaca Al Qur'an

*_Al I'lam bi Ahaditsi al Ahkam_ (50)*

Dalil Bahwa Seseorang yang Haidl Dilarang Membaca Al Qur'an

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان صلى الله عليه وسلم يتكئ في حِجري وأنا حائض فيقرأ القرآن. رواه الشيخان

Dari Sayyidah Aisyah -semoga Allah meridlainya- beliau berkata: "Nabi _shallallahu 'alayhi wasallam_ bersandar di pangkuanku sedangkan saya dalam kondisi haidl kemudian beliau membaca Al Qur'an." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang yang haidl tidak boleh membaca Al Qur'an. Dan perkataan beliau "Rasulullah membaca Al Qur'an" itu bagus disebutkan untuk menolak dugaan bahwa sebab orang yang haidl dilarang membaca Al Qur'an maka orang yang di dekatnya juga dilarang membaca Al Qur'an.


Dalam hadits ini, disampaikan apa yang dilakukan Nabi agar umatnya mengikutinya walaupun biasanya dirasa malu untuk disebutkan.


Boleh bersenang-senang dengan seseorang yang haidl pada bagian selain antara pusar dan lutut. Begitu juga boleh bersenang-senang pada bagian antara pusar dan lutut jika memakai penghalang. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يأمرني بالاتزار فأتّزر فيباشرني وأنا حائض. رواه الشيخان 

"Dahulu, Nabi _shallallahu 'alayhi wasallam_ memerintahku mengencangkan kain sarung (yang menutupi bagian antara pusar sampai lutut) lalu saya melakukannya, kemudian Rasulullah bersenang-senang denganku (selain jima') ketika aku sedang haidl." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)


Hadits ini mengkhususkan ayat:
 فَٱعۡتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَاۤءَ فِی ٱلۡمَحِیضِ 
[Surat Al-Baqarah: 222]


Sebagian ulama mengatakan bahwa yang diharamkan itu hanya jima', sedangkan bersenang-senang selain jima' itu diperbolehkan. Hal ini berdasarkan hadits:

اصنعوا كل شيء إلا النكاح

"Berbuatlah segalanya kecuali jima'."