Selasa, 14 November 2023

Cara membersihkan Madzi

*_Al I'lam bi Ahaditsi al Ahkam_ (30)*

Dalil Bahwa Madzi Najis dan Mewajibkan Wudlu


عن أَمِيرِ المُؤمِنِينَ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: كُنتُ رَجُلًا مَذَّاءً فَأَمَرتُ المِقدَادَ أَن يَسأَلَ النَّبِيَّ فَسَأَلَهُ فَقَالَ: فِيهِ الوُضُوءُ. رواه الشيخان


Dari pemimpin umat Islam (amirul mukminin) sayyiduna Ali -semoga Allah meridlainya-, beliau berkata: "Saya dahulu orang yang banyak mengeluarkan madzi. Kemudian saya menyuruh al Miqdad untuk bertanya kepada Nabi tentang hal itu. Kemudian Rasul menjawab: "Wajib wudlu." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)


Perkataan beliau "كنت رجلا مذّاء" ada kemungkinan ini cerita masa lalu dan sudah tidak terjadi lagi ketika beliau mengabarkannya, dan ada kemungkinan seperti firman Allah "كنتم خير أمة" (dan ini yang lebih zhahir), yakni bahwasanya lafazh "كان" di sini adalah untuk menunjukkan terus menerus sehingga arti ayat tersebut adalah bahwa umat Nabi Muhammad tetap menjadi umat terbaik hingga sekarang.


Kata "مذّاء" (madzdza'an) artinya orang yang banyak mengeluarkan madzi. Madzi adalah cairan yang berwarna bening/putih (tidak seperti putihnya mani) atau berwana kuning, menurut pendapat lain, yang keluar ketika awal naiknya syahwat (bukan saat kuatnya syahwat) dan tidak diiringi dengan menurunnya syahwat setelah cairan tersebut keluar.


Dalam riwayat ibnu Hibban, disebutkan bahwa sayyiduna Ali menyuruh Ammar bin Yasir untuk bertanya. Sedangkan dalam riwayat ibnu Khuzaimah, sayyiduna Ali bertanya sendiri kepada Rasulullah. Lalu ibnu Hibban menghimpun dan menyimpulkan semua riwayat ini lalu mengatakan: "Kemungkinan, beliau awalnya menyuruh Ammar kemudian menyuruh al Miqdad dan setelah itu, beliau bertanya sendiri kepada Rasulullah."


Dalam riwayat al Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa sayyiduna Ali malu untuk bertanya langsung kepada Nabi karena ada sayyidah Fathimah yang merupakan putri Nabi dan juga istri sayyiduna Ali. Sehingga beliau menyuruh al Miqdad untuk bertanya kepada Nabi. Kemudian Rasulullah bersabda:

 يغسل ذكره ويتوضأ

"Dia (harus) membasuh dzakarnya kemudian berwudlu."



Hadits ini menjadi dalil beberapa hal berikut:

1. Madzi itu tidak mewajibkan mandi akan tetapi mewajibkan wudlu;
2. Boleh mewakilkan orang lain untuk bertanya;
3. Boleh berpegangan kepada kabar yang kebenarannya masih dalam ranah dugaan meskipun mampu untuk mengambil kabar yang pasti kebenarannya, karena sayyiduna Ali mencukupkan diri untuk menyuruh orang lain bertanya padahal ia mampu untuk bertanya sendiri.


Riwayat terakhir adalah dalil bahwa madzi itu hukumnya najis karena diwajibkannya membasuh dzakar. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang bagian yang wajib dibasuh. Al Imam Asy-Syafi'i dan mayoritas ulama mengatakan wajib membasuh tempat najis saja. Sementara sebagian ulama selain mereka mengatakan wajib membasuh seluruh dzakar karena mengamalkan zhahir hadits tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar